Kabupaten Bogor, Expose Online.co.id
Aktivis Mahasiswa Bogor (AMB) secara resmi menyampaikan surat pengaduan kepada Kapolres Bogor, AKBP Wikha Ardilestanto, S.H., S.I.K., M.Si., terkait dugaan maraknya praktik prostitusi terorganisir di kawasan Gang Semen (GS), Desa Cibogo, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Surat pengaduan bernomor 100/B/AMB/XI/2025 itu memuat hasil investigasi Tim Hukum dan Sosial AMB yang menemukan adanya indikasi pembiaran oleh aparat penegak hukum serta lemahnya pengawasan pemerintah daerah terhadap aktivitas ilegal di wilayah tersebut.
Menurut hasil investigasi AMB, aktivitas prostitusi di Gang Semen berlangsung terbuka setiap malam, bahkan telah membentuk jaringan yang terstruktur dengan peran masing-masing individu.
Beberapa nama yang disebut dalam laporan tersebut antara lain :
-
Inisial A, diduga sebagai koordinator penerimaan tamu dan penjaga akses masuk.
-
Inisial N M., U, dan B, diduga berperan sebagai penghubung atau mucikari aktif.
-
Inisial M, diduga sebagai pengendali utama aktivitas prostitusi yang berdomisili di sekitar Gang Antik, dekat kawasan wisata Mini Mania.
Para pekerja seks komersial (PSK) disebut berasal dari berbagai daerah seperti Sukabumi, Cianjur, Garut, dan Bandung. Mereka diketahui tinggal di Kosan Balong, Jalan Raya Cibogo KM 72, Cipayung Datar, di depan kawasan wisata Mini Mania.
“Aktivitas ini sudah berlangsung lama dan diketahui oleh masyarakat sekitar, namun belum ada tindakan tegas dari Satpol PP maupun aparat kepolisian,” tulis AMB dalam surat pengaduannya.
AMB menilai kondisi ini sebagai bentuk kegagalan fungsi pengawasan dan penegakan hukum, baik di tingkat Polsek Megamendung maupun Polres Bogor. Pembiaran terhadap aktivitas ilegal seperti prostitusi, menurut AMB, dapat dikategorikan sebagai kelalaian administratif atau penyalahgunaan kewenangan, apabila ada unsur kesengajaan.
“Fenomena ini mencoreng citra Kabupaten Bogor sebagai ‘Kota Beriman’. Ini adalah bukti lemahnya ketegasan aparat dan pemerintah dalam menjaga moral publik serta ketertiban sosial,” tegas Rezal Ibrahim (Bastian), Koordinator AMB.
Dalam pengaduannya, AMB menyertakan dasar hukum yang relevan, antara lain:
-
Pasal 296 KUHP Lama dan Pasal 420–421 KUHP Baru (UU No. 1 Tahun 2023) tentang larangan memfasilitasi atau mengambil keuntungan dari perbuatan cabul.
-
UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
-
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 67 huruf (b) dan (c), terkait kewajiban kepala daerah menegakkan hukum dan menjaga ketenteraman masyarakat.
AMB menegaskan bahwa keberadaan prostitusi di kawasan wisata bukan sekadar pelanggaran moral, tetapi juga kejahatan sosial dan hukum yang harus ditindak dengan serius dan transparan.
Dalam surat tersebut, AMB memberikan ultimatum agar aparat penegak hukum segera menindak semua pihak yang terlibat, termasuk mucikari, penadah, dan pelaku eksploitasi seksual. Jika tidak ada tindakan nyata, AMB menyatakan siap menurunkan massa dalam jumlah besar sebagai bentuk perlawanan terhadap pembiaran praktik prostitusi di kawasan Puncak.
“Kami tidak akan tinggal diam melihat moralitas dan identitas Kabupaten Bogor tercederai. Jika tidak ada tindakan nyata, mahasiswa dan rakyat akan turun menuntut keadilan,” tegas Rezal Ibrahim.
Sebagai bukti pendukung laporan, AMB melampirkan:
-
Dokumentasi foto hasil observasi lapangan.
-
Rekaman video investigasi aktivitas prostitusi di lokasi.
Surat pengaduan itu juga ditembuskan kepada:
-
Gubernur Jawa Barat
-
Kapolda Jawa Barat
-
Bupati Bogor
-
Kasatpol PP Kabupaten Bogor
-
Kapolsek Megamendung
AMB menyerukan agar pemerintah daerah dan aparat kepolisian segera menertibkan kawasan Gang Semen, menutup seluruh lokasi prostitusi, serta melakukan rehabilitasi sosial bagi korban eksploitasi seksual.
Menurut AMB, penegakan hukum yang tegas, transparan, dan berkeadilan sangat diperlukan untuk memulihkan martabat Kabupaten Bogor sebagai “Kota Beriman” sekaligus memberikan efek jera bagi para pelaku. (Red)


















