Hilangnya Rasa Aman di Sekolah: Kuasa Hukum Anak Korban MH Siswa SMPN 19 Tangerang Selatan Dorong Reformasi Sistem Pengawasan Pendidikan

PERISTIWA, Tangerang11 Dilihat
banner 468x60

Tangerang Selatan | Expose Online.co.id

Kasus dugaan perundungan yang menimpa MH, siswa SMPN 19 Kota Tangerang Selatan, terus menjadi sorotan publik setelah serangkaian dugaan kekerasan yang dialaminya berujung pada perawatan intensif di rumah sakit hingga akhirnya meninggal dunia. Peristiwa tragis ini tidak hanya meninggalkan luka mendalam bagi keluarga, tetapi juga memunculkan pertanyaan serius mengenai keamanan lingkungan sekolah, efektivitas mekanisme pencegahan kekerasan, serta tanggung jawab institusi pendidikan dalam melindungi peserta didik.

banner 336x280

Di tengah proses penyelidikan yang terus berkembang, keluarga MH resmi menunjuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Unggul sebagai pendamping hukum. Langkah ini diambil untuk memastikan seluruh proses berjalan transparan, akuntabel, dan berpihak pada perlindungan hak-hak anak. Salah satu kuasa hukum LBH Unggul, Fariz Rifqi Hasbi, yang juga merupakan dosen Universitas Pamulang, memberikan penjelasan terkait perkembangan penanganan perkara.

Melalui wawancara eksklusif dengan Fariz Rifqi Hasbi, redaksi berupaya menggali lebih dalam bagaimana kuasa hukum memaknai perkembangan kasus sejauh ini. Apa saja temuan awal yang dianggap penting, langkah hukum apa yang sedang dipersiapkan, dan bagaimana LBH Unggul memandang dinamika penyelidikan yang tengah berlangsung ? Wawancara ini juga menjadi ruang untuk menjernihkan berbagai informasi yang beredar, serta memberikan perspektif hukum yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dengan tetap mengedepankan prinsip keberimbangan, akurasi, dan independensi yang menjadi dasar etika jurnalistik, wawancara berikut akan membantu publik memahami arah advokasi, perkembangan hukum, serta upaya pencarian keadilan bagi Anak Korban MH dan keluarganya.

Bagaimana update terbaru proses penyelidikan pada Polres Tangerang Selatan terkait penanganan kasus ini ?

Fariz mengapresiasi kerja cepat dan profesional Polres Tangerang Selatan dalam menangani kasus ini. Menurutnya, penyelidikan berlangsung intens sejak awal kasus mencuat.

“Penyidik sudah melakukan olah TKP, memeriksa pihak sekolah termasuk guru dan kepala sekolah, serta anak-anak saksi. Per 20 November, keluarga MH telah dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai saksi dengan didampingi LBH Unggul,” ujarnya.

Apa saja yang ditanyakan penyelidik kepada klien Anda ?

Dalam pemeriksaan, penyidik mengajukan banyak pertanyaan, mulai dari kronologi, interaksi MH dengan teman-temannya, hingga keluhan yang pernah disampaikan MH terkait dugaan kekerasan fisik.

“Atas permintaan kami, seluruh bukti yang dimiliki keluarga juga telah diserahkan kepada penyidik. Kami merekomendasikan agar dokter-dokter yang merawat MH turut dimintai keterangan,” tambah Fariz.

Apakah dari pihak terduga ABH ada upaya untuk melakukan mediasi ?

Fariz mengungkapkan bahwa sebelum MH meninggal dunia, pernah dilakukan mediasi antara korban dan terduga Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), difasilitasi pihak sekolah. Proses tersebut direkam dalam video oleh keluarga oleh keluarga korban.

“Dalam video terlihat terduga ABH mengakui kesalahannya dan bersujud meminta maaf kepada MH (yang saat itu masih ada) dan keluarga,” jelasnya.

Mediasi tersebut dihadiri keluarga MH, terduga ABH beserta orang tuanya, kepala sekolah, serta sejumlah guru.

Kenapa Anda menggunakan istilah “kekerasan” bukan “bullying” seperti yang digunakan banyak orang, termasuk Presiden Prabowo dan Menteri PPPA yang belakangan memberikan atensi pada kasus ini ?

Menanggapi penggunaan istilah “kekerasan” alih-alih “bullying”, Fariz menegaskan bahwa dirinya mengikuti terminologi hukum sebagaimana tercantum dalam UU nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

“Kalau saya menggunakan istilah bullying, tidak spesifik, karena bullying bukan istilah hukum dan variannya banyak, ada bullying verbal, seksual, psikologis, cyber. Dalam konteks hukum, istilah yang tepat adalah kekerasan terhadap anak yang mengarah pada akibat fatal,” tegasnya.

Berapa ancaman pidananya jika kekerasan dilakukan terhadap anak ?

Terhadap tindak pidana kekerasan fisik, termasuk yang menyebabkan kematian diatur dalam Pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak ya. Ancaman pidananya ada di dalam Pasal 80 ayat (3), 15 tahun pidana penjara dan/atau denda paling banyak 3 miliar. Dalam Pasal 76C ada beberapa orang yang dapat dipidana berdasarkan Pasal 80, yaitu orang yang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau orang yang turut serta melakukan kekerasan. Artinya apa? Pelakunya bisa saja lebih dari satu orang. Dengan demikian, penyidik nanti perlu melihat ada atau tidak pelaku yang lain seperti orang yang membiarkan terjadi kekerasan kepada Anak Korban MH. Penyidik perlu mencari tahu, apakah ada guru (misalnya) yang tahu ada peristiwa kekerasan tersebut, bahkan Anak Korban MH pernah mengadu tetapi diabaikan. Menurut saya pihak kepolisian perlu masuk ke wilayah ini. Caranya bagaimana? Dengan memeriksa saksi-saksi, termasuk Saksi Anak yang dekat sekali hubungan emosionalnya dengan Anak Korban MH.

Menurut Anda, apa Peran Guru dan Pentingnya Deteksi Dini ?

Fariz menekankan pentingnya peran guru dalam mendeteksi tanda-tanda kekerasan, terlebih jika ada keluhan dari siswa. Jangan apatis, apalagi setelah mendapatkan aduan/laporan (misalnya).

“Guru seharusnya peka terhadap perubahan perilaku anak didiknya. Bahkan meski tanpa laporan, semestinya sekolah memiliki sistem pemantauan, seperti pemasangan CCTV yang diawasi secara terus-menerus,” katanya.

Betul juga. Karena itu peristiwa ini menjadi momentum untuk perbaikan ya ?

Menanggapi implementasi Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP), Fariz mempertanyakan keberadaan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di SMPN 19.

“Iya. Sebetulnya, momentumnya sudah terlalu banyak. Setiap ada kejadian kekerasan yang viral selalu dikatakan momentum untuk berbenah. Jika setiap ada peristiwa selalu dikatakan momentum, kapan selesainya masalah ini. Saya lebih sepakat jika hari ini waktunya law enforcement, penegakkan hukum yang ada. Kita sudah ada instrument hukum yang cukup, seperti Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang 11 Tahun 2012 tentang SPPA, KUHP, KUHAP, dan lain-lain.”

“Jadi sekarang waktunya menjamin hukum itu berjalan sebagaimana mestinya. Ditambah dalam lingkungan sekolah ada Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).”

“Apakah TPPK ada atau tidak ? Kalau ada, kenapa tidak muncul menjelaskan apa yang sudah mereka lakukan? Seharusnya tim ini aktif melakukan sosialisasi, rekomendasi, dan pemantauan. Jika tidak bekerja, ini bisa dikategorikan sebagai pembiaran,” ujarnya.

Kalau di tempat Anak Korban MH sekolah, apa ada TPPK ?

Saya tidak mengetahui secara pasti. Namun dalam beberapa media kan yang tampil guru bimbingan konselingnya. Namanya Sriwida kalau tidak salah. Jika benar, ini kan menjadi pertanyaan kita semua. TPPK SMPN 19 ke mana ? Sebetulnya ada atau tidak ? Atau mereka ada tetapi tidak bekerja. Kenapa tidak tampil ke publik untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, dan mereka sudah berbuat apa saja kita tidak tahu, imbuhnya.

Betul juga ya. Jangan-jangan memang tidak ada ya ?

Iya. Padahal Permendikbud itu telah mengamanatkan TPPK untuk dibentuk pada setiap satuan pendidikan. Saya kira jika Permendikbud itu dilaksanakan, dan diawasi secara berkala segala bentuk kekerasan dapat dicegah dan diatasi. Lihat saja materi pengaturan permendikbud tersebut, diantaranya  TPPK harus memberikan rekomendasi/usulan program pencegahan kekerasan kepada sekolah, memberikan masukkan dan rekomendasi fasilitas yang aman dan nyaman di sekolah,  dan melakukan sosialisasi kebijakan dan program terkait pencegahan dan penanganan kekerasan. Nah, untuk mengetahui ada atau tidaknya TPPK di SMPN 19, minta saja rekomendasi kebijakannya ada atau tidak, pernah dilakukan sosialisasi kebijakan atau tidak, kan seperti itu. Jika tidak, artinya sekolah melakukan pembiaran terhadap segala bentuk kekerasan.

Jadi Apa Harapan Anda terhadap Pengawasan Pendidikan ?

Fariz mendesak Kementerian PPPA dan Kementerian Pendidikan untuk melakukan inspeksi, monitoring, dan evaluasi menyeluruh terhadap satuan pendidikan di seluruh Indonesia.

“Kalau menteri sudah mengeluarkan kebijakan, tentu harus bertanggung jawab mengawasi implementasinya. Dengan komitmen Presiden Prabowo, saya berharap kementerian bergerak cepat,” tegasnya.

Sekarang closing statement Anda apa ?

Dalam closing statement, Fariz berharap Polres Tangerang Selatan dapat mengungkap penyebab kematian MH dengan terang, apakah karena tindak pidana atau faktor lain.

“Jika terbukti tindak pidana, kami berharap penetapan tersangka dapat segera dilakukan, termasuk perluasan subjek hukum kepada pihak yang melakukan pembiaran. Kami juga mendorong Menteri PPPA memberikan sanksi tegas bagi satuan pendidikan yang tidak melaksanakan PPKSP,” ujarnya.

Kasus MH menjadi pengingat bahwa perlindungan terhadap anak tidak boleh berhenti pada slogan. Dibutuhkan penegakan hukum, pengawasan ketat sekolah, serta sistem pendidikan yang menjamin keamanan dan kesejahteraan siswa.

Redaksi akan terus mengikuti dan memperbarui perkembangan kasus ini demi memastikan informasi yang akurat, berimbang, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

Wawancara khusus bersama kuasa hukum Anak Korban MH, Fariz Rifqi Hasbi, membuka sejumlah perspektif baru mengenai pentingnya penegakan hukum, pengawasan satuan pendidikan, serta perlunya pelibatan aktif seluruh pihak demi mencegah kekerasan terhadap anak terulang kembali. Kasus yang menimpa MH bukan hanya ujian bagi sistem perlindungan anak, tetapi juga pengingat bahwa tanggung jawab menjaga keselamatan peserta didik adalah kewajiban bersama.

Sebagaimana menjadi komitmen redaksi, laporan ini akan terus diperbarui seiring perkembangan penyelidikan dan langkah hukum selanjutnya. Harapannya, kasus ini dapat menjadi momentum nyata untuk memperkuat perlindungan anak, memperbaiki tata kelola sekolah, serta mewujudkan lingkungan pendidikan yang aman, manusiawi, dan berpihak pada kepentingan terbaik anak.

Dengan demikian, wawancara ini kami akhiri sebagai bagian dari upaya menghadirkan informasi yang akurat, berimbang, dan dapat dipertanggungjawabkan bagi publik yang mengikuti perjalanan kasus ini. Semoga keadilan bagi almarhum MH segera terwujud, dan perbaikan sistemik dalam dunia pendidikan benar-benar dapat dilakukan. ( Irfan Lubis )

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *