Tangerang Selatan | Expose Online.co.id
Korupsi di sektor pendidikan merupakan bentuk kejahatan yang serius mengancam keberlangsungan pembangunan sumber daya manusia Indonesia. Pendidikan memiliki peran strategis sebagai fondasi pembangunan nasional dan instrumen utama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, praktik korupsi dalam pengelolaan dana pendidikan tidak hanya menyebabkan kerugian negara secara finansial, tetapi juga berdampak langsung terhadap kualitas dan aksesibilitas pendidikan. Korban utama dari tindakan ini adalah generasi muda yang seharusnya menerima hak pendidikan yang layak dan bermutu. Oleh karena itu, korupsi di sektor pendidikan harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa yang memerlukan penanganan serius melalui penegakan hukum, transparansi anggaran, serta penguatan nilai integritas di lingkungan pendidikan.
Masalah Korupsi di Dunia Pendidikan
Sektor pendidikan menjadi ladang subur bagi praktik korupsi karena besarnya anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah. Berdasarkan data dari Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), praktik korupsi di sektor pendidikan umumnya terjadi dalam bentuk penggelapan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), mark-up pengadaan barang dan jasa, gratifikasi dalam pengangkatan jabatan struktural di institusi pendidikan, hingga pungutan liar dalam penerimaan siswa baru.
Fenomena ini menunjukkan bahwa budaya korupsi tidak hanya terjadi di ranah birokrasi tinggi, tetapi juga menjangkiti dunia pendidikan yang seharusnya menjadi tempat menanamkan nilai-nilai kejujuran, integritas, dan moralitas. Ketika dunia pendidikan dicemari oleh korupsi, maka proses pembentukan karakter bangsa ikut tercemar.
Peranan Penegak Hukum dalam Pengawasan dan Penindakan Korupsi
Penegak hukum memiliki peran strategis dan vital dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor pendidikan. Mengingat pendidikan merupakan sektor yang rawan praktik penyalahgunaan anggaran dan wewenang, kehadiran aparat penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta lembaga peradilan menjadi garda terdepan dalam memastikan pengelolaan pendidikan berjalan secara bersih, transparan, dan akuntabel.
Pengawasan Preventif
Penegak hukum tidak hanya berfungsi menindak pelanggaran, tetapi juga bertugas menjalankan peran preventif. Melalui kerja sama dengan lembaga pendidikan dan instansi pemerintah, aparat hukum dapat :
1.Memberikan sosialisasi dan edukasi hukum kepada penyelenggara pendidikan terkait risiko dan sanksi korupsi.
2.Mendorong penerapan sistem pengawasan internal di sekolah atau universitas, termasuk optimalisasi fungsi inspektorat dan komite sekolah.
3.Mengembangkan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) agar pengelolaan keuangan pendidikan lebih tertib.
Deteksi dan Investigasi
Ketika terjadi dugaan penyelewengan dana pendidikan seperti dana BOS, DAK pendidikan, atau pengadaan barang dan jasa, aparat hukum berperan melakukan investigasi melalui :
- Pemeriksaan laporan masyarakat atau hasil audit BPK dan BPKP.
- Pengumpulan bukti, pemanggilan saksi, dan analisis aliran dana.
- Koordinasi antar lembaga, seperti antara KPK dan Kejaksaan atau Polri melalui Satgas Saber Pungli.
Penindakan Hukum
Jika ditemukan bukti kuat atas tindak pidana korupsi di dunia pendidikan, aparat penegak hukum berwenang melakukan proses hukum sesuai Undang Undang Tindak Pidana Korupsi dan Regulasi Lainnya.
Secara hukum, tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Dalam UU ini, korupsi dijelaskan sebagai perbuatan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara.
Pasal 2 ayat (1): Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara dapat dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.
Pasal 3: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara, diancam dengan pidana serupa.
Pasal 3 dan Pasal 2 ayat (1) dari UU Tipikor menjadi landasan kuat untuk menjerat pelaku korupsi yang menyalahgunakan wewenang atau memperkaya diri dari dana pendidikan.
Pasal 16 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mengatur tentang gratifikasi. Gratifikasi didefinisikan sebagai pemberian dalam arti luas, termasuk uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Sanksi Gratifikasi pada Pasal 16 juga mengatur sanksi pidana bagi pelanggar, yang bisa berupa penjara seumur hidup atau penjara 4 hingga 20 tahun, serta denda mulai dari Rp200 juta hingga Rp1 miliar
Selain UU Tipikor, korupsi juga berkaitan erat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang menegaskan pentingnya pengelolaan pendidikan secara transparan dan akuntabel.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menjadi dasar hak masyarakat untuk mengetahui penggunaan anggaran pendidikan.
Penindakan juga dapat disertai dengan upaya pengembalian kerugian negara (asset recovery) dan pidana tambahan berupa pencabutan hak jabatan atau denda.
Penegakan Hukum Berbasis Efek Jera
Peran penegak hukum juga mencakup pemberian efek jera agar kasus serupa tidak terulang. Dengan menjatuhkan hukuman maksimal terhadap pelaku, terutama pejabat publik atau kepala sekolah yang menyalahgunakan jabatan, maka akan tercipta rasa takut untuk melakukan tindakan korupsi. Di sisi lain, transparansi dalam proses penindakan juga meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum.
Dampak Korupsi terhadap Pendidikan dan Masa Depan Bangsa
Korupsi menyebabkan ketimpangan fasilitas antar sekolah, rendahnya mutu pembelajaran, serta minimnya kesejahteraan guru. Hal ini berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan dan semakin lebarnya kesenjangan sosial. Dalam jangka panjang, generasi yang lahir dari sistem pendidikan yang korup akan kehilangan arah, mudah dimanipulasi, dan tidak memiliki daya saing di tingkat global.
Korupsi juga merusak kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan. Ketika masyarakat tidak lagi percaya pada institusi pendidikan, maka proses transformasi sosial menjadi terhambat.
Kolaborasi Antar-Lembaga
Efektivitas pengawasan dan penindakan korupsi di dunia pendidikan membutuhkan sinergi antara aparat penegak hukum, instansi pendidikan, inspektorat daerah, lembaga audit, serta masyarakat. Kolaborasi ini penting untuk menciptakan sistem pengawasan yang holistik dan tidak terfragmentasi.
Saran dan Pendapat
Untuk memberantas korupsi di sektor pendidikan, diperlukan pendekatan sistemik dan menyeluruh yakni penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi, termasuk pejabat pembuat komitmen di lingkungan pendidikan.
Transparansi penggunaan anggaran melalui keikutsertaan masyarakat, komite sekolah, dan media untuk mengawasi alur anggaran yang digunakan.
Pendidikan antikorupsi harus masuk ke dalam kurikulum sejak dini untuk menanamkan nilai integritas kepada anak anak bangsa.
Penguatan lembaga pengawasan internal di setiap institusi pendidikan yang ikut berperan aktif mengawasi dan memberikan arahan terhadap anggaran pendidikan.
Penutup
Korupsi di sektor pendidikan merupakan kejahatan luar biasa yang tidak hanya merugikan negara secara ekonomi, tetapi juga merusak moral bangsa dan masa depan generasi penerus. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran kolektif, kebijakan yang berpihak pada transparansi, dan penegakan hukum yang konsisten untuk menjadikan dunia pendidikan sebagai benteng terakhir melawan korupsi.